Prosedur Berperkara

PROSEDUR

  1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri / kuasanya) :
    1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama (Pasal 118 HIR jo Pasal 73 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR jo Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    3. ·Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
  2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama:
    1. ·Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 32 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    3. ·Bila Penggugat berkediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    4. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (Pasal 73 Ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  3. Gugatan tersebut memuat:
    1. Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat.
    2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
    3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarekan posita).
  4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 66 Ayat (5) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 Ayat (4) HIR jo Pasal 89 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara prodeo/pembebasan biaya perkara (Pasal 237 HIR).
  6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama.

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
  2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahap persidangan;
    1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2008, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Apabila mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2016 tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) ( pasal 132a HIR, 158 Rbg ).
  4. Putusan Pengadilan Agama;
    1. Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    2. Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    3. Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
  5. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka panitera Pengadilan Agama memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

PROSEDUR

  1. Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami / kuasanya) :
    1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama (Pasal Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama (Pasal 118 HIR jo Pasal 66 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR jo Pasal 58 UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  2. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
  3. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama :
    1. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    3. Bila Termohon berkediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 Ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    4. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (Pasal 66 Ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  4. Permohonan tersebut memuat:
    1. Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
    2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
    3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarekan posita).
  5. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 Ayat (5) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  6. Membayar biaya perkara (Pasal 121 Ayat (4) HIR jo Pasal 89 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara prodeo/pembebasan biaya perkara (Pasal 237 HIR).

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Pemohon mendaftar permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama..
  2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahap persidangan;
    1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2016, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
    2. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Termohon dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) (Pasal 132a HIR).
  4. Putusan Pengadilan Agama;
    1. Pemohonan dikabulkan; Apabila Termohon tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    2. Permohonan ditolak; Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    3. Permohonan tidak diterima; Pemohon dapat mengajukan permohonan baru
  5. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka:
    1. Pengadilan Agama menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak.
    2. Pengadilan Agama memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
    3. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 Ayat (6) UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  6. Setelah ikrar talak diucapkan, panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).

PROSEDUR

  1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya):
    1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama (Pasal 118 HIR).
    2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama:

- Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat.

- Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.

- Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama yang dipilih oleh Penggugat (Pasal 118 HIR).

  1. Membayar biaya perkara (Pasal 121 Ayat (4) HIR  jo Pasal 89 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara prodeo/pembebasan biaya perkara (Pasal 237 HIR).
  2. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama (Pasal 121, 124 dan 125 HIR).

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama.
  2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahap persidangan;
    1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2016
    2. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi/gugat balik (Pasal 132 HIR).
  4. Putusan Pengadilan Agama;
    1. Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    2. Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut.
    3. Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
  5. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat meminta salinan putusan (Pasal 185 HIR).
  6. Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara suka rela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara tersebut.

PROSEDUR

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

  1. Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu:
    1. 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dan hari pengucapan putusan, pengumuman/pembeitahuan putusan kepada yang yang berkepentingan;
    2. 30 (tiga puluh) hari bagi pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah hukum Pengadilan Agama yang memutus pekara tingkat pertama (Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 1947).
  2. Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 1947 jo Pasal 89 UU Nomor 7 Tahun 1989 UU Nomor 7 Tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  3. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 1947).
  4. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 1947).
  5. Selambat-lambatnya 14(empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, Panitera memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor Pengadilan Agama (Pasal 11 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 1947).
  6. Berkas perkara banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama oleh Pengadilan Agama selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding.7. Salinan putusan banding dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.
  7. Pengadilan Agama menyampaikan salinan putusan kepada para pihak.
  8. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera:
    1. Untuk perkara cerai talak:

1) Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon;

2) Memberikan Akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

  1. Untuk perkara cerai gugat:

Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.
  2. Ketua Pengadilan Tinggi Agama membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.
  3. Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.
  4. Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.
  6. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
  7. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

PROSEDUR

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Kasasi :

  1. Mengajukan permohonan kasasi secara tertuis atau lisan melalui Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan Pengadilan Tinggi Agama diberitahukan kepada pemohon (Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009.
  2. Membayar biaya perkara kasasi (Pasal 46 Ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009).
  3. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar.
  4. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya didaftar (Pasal 47 Ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009.
  5. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 47 Ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009).
  6. Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 Ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009).
  7. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi dan jawaban memori kasasi (Pasal 48 UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009).
  8. Panitera Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan Agama untuk selanjutnya diserahkan kepada para pihak.
  9. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera:

Untuk perkara cerai talak:

  1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil kedua belah pihak.
  2. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.

Untuk perkara cerai gugat:

  1. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.
  2. Ketua Pengadilan Tinggi Agama membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.
  3. Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.
  4. Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.
  6. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
  7. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

PROSEDUR

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (PK) :

  1. Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama.
  2. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/ bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009).
  3. Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU Nomor 14 Tahun 1985, perubahan pertama dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009 jo Pasal 89 dan Pasal 90 UU Nomor 7 tahun 1989, perubahan pertama dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009).
  4. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari.
  5. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK.
  6. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
  7. Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada Pengadilan Agama.
  8. Pengadilan Agama menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
  9. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera:

Untuk perkara cerai talak:

  1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon;
  2. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.

Untuk perkara cerai gugat:

  1. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.

PENYELESAIAN PERKARA

  1. Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara PK.
  2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah diregistrasi.
  3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK.
  4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang membantu menangani perkara PK tersebut.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
  6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.
  7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.